Muara Kenangan dan Kaca Mata Hitam

Post a Comment


www.griyatulisan.com,- Seorang pemuda sepertiku mengenang masa lalu merupakan suatu kebiasaan tersendiri, meskipun pada akhirnya semua memori yang aku buka kembali itu akan  bermuara kepadamu. Benar, bukan yang lain. Seorang perempuan jawa yang kecil perawakanya, periang perangainya, sedikit ikal rambutnya, dan lembut tutur katanya. Ah, yang paling tak bisa dilupa adalah kaca mata hitam yang sebenarnya sedikit besar kau gunakan.

Wajar menurutku apabila rasa rindu itu muncul, mengingat kami bahkan tak pernah bersua semenjak kuputusakan meninggalkan tanah seribu kerajaan itu.

Saat terkenang perihal yang lalu tak bisa luput dari ingatanku ketika kala itu tanggal 15 Maret 2015, di balkon lantai tiga disalah satu hotel yang entah aku lupa namanya yang jelas tidak jauh dari pantai Kuta, Bali. Masih jelas betul dalam ingatan kau mengenakan setelan piyama bermotif bunga berwarna biru dengan kaca mata yang masih kau kenakan dan rambut panjangmu yang terurai sesekali terkibas menngena aku karena sepoi malam itu.

Kau masih berdiri tepat disampingku tepatnya disebelah kanan mungkin hanya terpaut setengah meter saja. Momentum itu sama sekali tak pernah terbayang sebelumnya dimana dan betapa kesempatan seperti itu yang sangat aku harapkan, namun aku masih terlalu naif bahkan sebagai seorang lelaki-pun aku tak mampu memulai basa-basi. “kenapa diam saja, bicara apa gitu lo” alamak tutur lembut itu laksana cekikan bagiku, gagapku semakin membasahi telapak tangan dimalam itu.

“oh, eh, uh, em....” -sial!!!- hardiku kala itu kepada diriku sendiri yang begitu kikuk. Namun aku lebih berani setelah umpatan dalam nurani sudah sampai pada batasnya, aku panggil namanya dengan lirih hampir tak bersuara dan aku takut ia tak mendengar, “hmmmmm..” jawabnya-pun lirih senada denganku dengan rautnya yang sekali menoleh kepadaku lalu berpaling, lagi. “em.. kenapa ya perasaan kita serumit ini, eh, maksudku perasaanku..” latahku namun aku yakin ia telah menangkap maksud dari keluhku.

Sama sekali aku tak tahu apa yang kurasakan malam itu, sedih, menderita, senang, nelangsa, ah entahlah semua semakin memburuk dalam diamnya selama beberapa lama. Aku masih menatap wajahnya sangat anggun malam itu sebagianya terkena sorot lampu loteng, dagu lancip dan kaca mata hitam itu.. ah, ia menghela nafas lalu “... aku sayang kamu, kamu itu lebih dari teman kurang dari pacar. Semua sudah terjadi dan kita harus kuat menjalaninya”

Setelah itu pula ia hendak beranjak, mungkin akan tidur karena saat itu memang sudah pukul 23.00 WITA. Entah apa yang telah aku lakukan kala itu kuraih tanganya sedikit kutarik lalu kudekap erat, sangat erat, tersirat rasa takut yang teramat sangat olehku kala itu. Mungkin sekitar 1-2 menit, kulepaskan perlahan dengan diam dan hati yang teramat tak karuan.

Ia berpaling tanpa berucap barang sepatah-pun.

15 menit setelah itu aku masih tak bergeming, desir angin malam tak cukup membuatku kedinginan, lalu kulihat di seberang jalan dari hotel dimana aku menginap selama dua hari itu tampak dara yang tadi dalam rengkuhku bergandengan tangan bersama lelakinya.

Kini, sudah hampir dua tahun aku tak melihatnya, sama sekali. Apakah ia masih periang, apakah ia masih jelita, apakah masih ikal rambutnya, apakah masih halus tutur bahasanya, dan apakah ia masih... menggunakan kaca mata hitamnya? Aku tak tahu. Semoga masih.

Aku memang telah melupakanmu, aku cuma rindu. Itu saja.



Penulis : Julianto Nugroho

Related Posts

Post a Comment