Tak ada lagi yang mampu bertahan
di kerajaan Bertina semenjak para penyihir menyerang desa mereka setahun lalu.
Penyihir yang bersinggah di hutan sunyi dekat dengan desa itu meyerang desa
dengan begitu kejamnya. Rumah warga dan segala lahan pertanian mereka porak
porandakan. Banyaknya penyihir yang turun untuk menghancurkan desa Bertina
membuat para prajurit kerajaan kwalahan untuk melawan mereka, hingga akhirnya
raja Denus pun turun dalam peperangan untuk melawan para penyihir jahat itu.
Perang besarpun terjadi antara
para penyihir dan masyarakat kerajaan Bertina. Namun musibah menimpa raja
Denus, ia terkena sihir mematikan dari ratu Eli sang ratu penyihir, dan
akhirnya raja Denus pun mati mengenaskan ditangan ratu penyihir. Raja Denus
meninggalkan seorang putri bernama Falen, sorang bayi cantik yang telah
ditinggkan ibunya semenjak ia lahir akbiat pendarahan yang tak bisa ditangani
oleh para tabib kerajaan.
Namun, diakhir hayatnya raja
Denus berteriak dan mengutuk para penyihir bahwa akan ada keturunan darinya
yang akan menghabisi seluruh pasukanya hingga lebur ditelan bumi. Hingga nafas
terakhirnya, Raja Denus tetap melindungi rakyatnya dengan kutukanya itu.
***
16 tahun kemudian, Falen menjadi
keturunan tunggal yang menggantikan ayahnya sebagai pemimpin kerajaan. Semanjak
pertempuran besar di masa lalu, para penyihir pun tak kunjung keluar dari hutan
sunyi itu. Falen selalu mengingatkan prajurit dan masyarakat untuk
mempersiapkan diri jika suatu saat para penyihir muncul dan menyerang kerajaan
kembali.
Suatu ketika, di suasana senja
yang sunyi, dan burung-burung mulai berterbangan menuju sangkarnya membuat
suana sore itu menjadi semakin hangat. Angin sepoy yang membelai rambut panjangnya
membuat Falen merasa tenang dan damai dalam lampau yang lebur dalam kenangan. Langkah demi langkah ia nikmati bersama
hembusan nafas yang ia tarik dengan dalam-dalam, matanya terpejam merasakan
sejuknya angin sore pinggir kerajaan. Tak lama kemudian, Falen mendengar tangisan
yang bergebu-gebu di sebuah sungai pinggir kerajaan, sungai itu menjadi
pembatas kerajaan dan hutan sunyi. Mendengar tangisan itu, Falen mulai
mempercepat langkahnya dan menghampiri sumber suara tersebut. Dari kejauhan
tampak seorang ibu tua yang duduk sembari memeluk kedua lutunya, bersama
tangisanya ia menghabisi senja di tepi sungai jernih itu.
“Ibu, ada apa
gerangan sehingga kau menangis di pinggir sungai ini?” Ibu itu menatap perlahan
kepada Falen. Melihat Ibu yang telah berumur tua itu ia seketika mengingat
almarhum ayahnya, ia berpikir bahwa pasti ayah akan berumur sama dengan ibu
ini.
“Yang mulia,
apa yang bisa kulakukan lagi selain menangis... setelah keluargaku dan rumahku
hancur porak poranda semenja kejadian waktu itu”
“Apa...! apa
ibu tidak mendapatkan rumah dari mentri kami? Sudah ku perintahkan untuk
merawat masyarakat yang terkena musibah dari perang besar itu!” Falen menahan
marah sembari menunggu jawaban ibu itu.
“Tidak yang
mulia, bukan itu yang membuat hati ini lebur ditelan sedih” Ibu itu merunduk
berusaha menyembunyikan air matanya.
“Ibu, saya
juga sama seperti ibu... keluaga saya menjadi korban dalam peperangan besar
itu” Falen mencoba menanangkan ibu itu dengan mengelus pundaknya. Perlahan ibu
itu menyingkirkan tangan ratu Falen dari pundaknya.
“Tidak...
kesedihan yang saya alami dengan yang mulia berbeda. Para penyihir itu datang
ke kerajaan ini bukan tanpa sebab, mereka datang berusaha menculik anakku” ujar
ibu itu
“Maksut ibu?”
Falen terkejut dengan pernyataan ibu itu, ia berusaha memperjelas pernyataan
ibu tua itu.
“Tak ada yang
mengerti sebab musabab penyihir itu menyerang kerajaan kecuali saya dan yang
mulia Denus, kala itu... aksi pendekar Denus dengan kekuatanya berusaha
melindungi putra kami, namun naas penyihir itu benar-benar tangguh dan membunuh
ayahanda ratu.” Falen pun tercengang mendengar perkataan ibu itu. Butiran
airmatanya tak mampu lagi untuk bersmbunyi dari suasana senja yang perih.
“Maafkan kami
yang mulia, kami merasa bersalah terhadap keluarga yang mulia, saya hanyalah
satu-satunya dari keturunan kami yang masih hidup. Saya bersedia menerima
hukuman sebagai ganti dari arwah yang mulia Denus” Falen pun menangis mendengar
cerita ayahandanya, dia tertunduk lesu dan terdiam diri.
“Tidak, saya
tak akan menghukum anda... saya bangga dengan keputusan ayah” Falen berdiri
perlahan dan menatap ke arah hutan sunyi tempat persembunyian penyihir.
“Ibu jangan
sedih, kami akan mengadakan saimbara untuk menyelamatkan anak ibu.” Mendengar
perkataanya ibu itu menangis terharu dan tak tau lagi bagai mana mengatakan
terimakasih kepada yangmulia Falen.
***
Setelah kejadian itu, ratu Falen
pun serius mengadakan saimbara yang ia adakan, bahkan ia pun menyediakan hadiah
yang tak sedikit, bahkan jaminan pangkat dalam kerajaanya.
Para pendekarpun mulai melakukan
perjalanya menuju hutan sunyi itu, namun hutan yang terkenal sunyi itu berubah
menjadi hutan yang penuh dengan tangisan dan kepedihan penderitaan manusia yang
memasukinya. Setiap pendekar yang memasuki hutan itu tak akan pernah kembali
keluar dengan keadaan selamat.
Suatu hari pendekar dari negri
sebrang datang ke dalam kerajaan Bertina dan meminta restu kepada yang mulia
Falen untuk menyelamatkan sandra dari masyarkat Bertina. Namun tiga hari
berlalu setelah pendekar itu meminta restu, ia pun tak menunjukan tanda-tanda keluar
dari hutan sunyi itu. Dan akhirnya Falenpun mulai menyerah menunggu pendekar
dari negeri sebrang itu.
***
Pagi yang cerah pun tak seiring
dengan perasaan yang mulia Falen. Ia berlari menuju ruang utama kerajaan dan
mencari Robi dan Rubi, pengawal tertinggi di kerajaan Bertina.
“Ada apa yang
mulia Falen mencari kami?” Robi dan Rubi menunduk melihat Ratu Falen berdiri
dihadapan mereka.
“Aku bermimpi,
bahwa aku lah yang mampu menyelamatkan anak itu”
“Tapi yang
mulia ini sangat berbahaya” Rubi menjawab penyataan Falen.
“Sejak kapan
kamu berani menentang saya!” Falen pun menuangkan amarah terhadap kedua
pengawalnya, entah perasaan apa yang sedang Falen rasakan, apakah ia marah
dengan para pendekar yang tak mampu menaklukan penyihir itu atau memang ini
amarah dendam untuk membalas kematian ayahnya. Rubi meminta maaf dan mulai
mempersiapkan peralatan untuk mengawal Falen masuk kedalam hutan.
Matahari pun terlalu lelah untuk
berpijar dan ingin bersemayam di gelapnya malam. Falen dan kedua pengawalnya
telah berdiri di perbatasan dan bersiap untuk memasuki hutan. Tiba-tiba semak
rumpun itu pun bergerak, Rubi dan Robi pun segera berdiri di depan Falen dan
berusaha melindunginya.
“Tak kusangka
ini akan terjadi begitu cepat!” ujar Robi.
“Tunggu...!”
Falen pun menenangkan kedua pengawalnya, ia melihat sesosok lelaki keluar dari
rumpun perdu semak itu.
“Ah...
pendekar dari negri sebrang” Falen terkejut dan membelah barisan Robi dan Rubi
menyoba menyelamatkan pendekar tersbut yang tak berdaya lagi untuk berdiri.
Pendekar itu jatuh kedalam pelukan Falen.
“Apa yang
terjadi?” tanya Falen cemas.
“Maafkan saya
yang mulia, saya tak mampu melawan mereka... mereka sungguh tangguh. Saya harap
anda urungkan niat anda untuk menyelamatkan pemuda itu.”
“Kau telah
bertemu anak itu?” Falen mulai penasaran dengan sosok yang ingin ia selamatkan.
“Ia, namun
ratu Eli pun tak membiarkanku melihatnya dengan lama, seketika aku dihabisi
oleh para pengawalnya... menyadari kekuatan yang tak sebanding dengan mereka
saya meutuskan untuk kabur meninggalkan hutan sunyi ini, maafkan saya yang
mulia” pendekar itu semakin tak berdaya dan tersedak darah dari dalam mulutnya.
“Tidak apa,
saya akan tetap memberi penghargaan kepada anda” ujar Falen berusaha
menenangkanya.
“Yang mulia,
tolong berjanji kepada saya bahwa anda akan memuliakan keluarga saya di
sebrang, karena kami hanyalah keluarga miskin yang tak mampu memberi secangkir
gandum untuk kami makan”
“Ia, saya
berjanji!” Falen merasa bangga, sejauh ini ia lah yang mampu menunjukan dirinya
keluar dari hutan sunyi.
“Yang mulia,
saya sempat mencuri buku dari kasti mereka sebelum menuju keluar dari hutan
sunyi. Saya rasa ini salah satu buku yang berharga sekaligus menjadi pedoman
para penyihir” pendekar itu menyerahkan buku kepada Falen, namun selang
beberapa detik pendekar itu pun menghembuskan nafas terakhirnya. Melihatnya,
Falen memerintahkan Rubi untuk memangigil prajurit dari kerajaan untuk mengurus
jasad pendekar ini.
Setalah itu Falen mencoba membuka
buku itu setalah ia bergelut dengan rasa takutnya, ia khawatir apabila buku ini
terbuka akan ada kutukan menimpanya. Namun setelah ia buka tak ada reaksi
apapun yang terjadi pada dirinya. Kesialan pun menimpanya ketika tulisan dalam
buku itu merupakan aksara lama yang tak pernah ia mengerti.
“Robi, aku tak
mengerti dengan tulisan ini” Robi pun melihat dan membacanya. Karena Robi
merupakan pengawal tertinggi kerajaan, maka bukan hal yang tidak mungkin Robi
mampu membaca aksara lama, karena seoarang pengawal tertinggi diwajibkan untuk
berpengetahuan tinggi dan cerdas guna melindungi yang mulia.
Setalah membacanya, Robi
menceritakan bahwa ada suatu keluarga yang tertulis dalam takdir buku ini,
keluarga itu akan melahirkan seorang anak yang memiliki kemampuan yang sangat
luar biasa. Dan keluarga itu ada dalam Desa Bertina, mereka menculiknya dalam
perang besar kala itu. Ada kemungkinan para penyihir ingin menguasai kerajaan
di jagat raya dengan kekuatan anak itu. Kekuatan anak itu akan berfungsi
setelah umur 17 tahun.
“Jadi...
mereka telah merencanakan semua ini, dan mereka akan keluar dari hutan sunyi
setelah anak itu berumur 17 tahun” gumam Falen.
“Jangan
khawatir yang mulia, saya rasa dengan pedoman buku ini yang mulia pasti bisa
menyelamatkannya, karena selain itu dalam buku ini tertulis berbagai kelemahan
para penyihir.” Tegas Robi.
“Kalau begitu
tak usah menunggu waktu lama, setelah Rubi tiba dan mengurus jasad ini kita
segaera berangkat” mantap Falen.
***
Setibanya Rubi beserta rombongan
prajurit yang akan mengurus jasat pendekar sebrang itu, mereka bertiga bergegas
berangkat memasuki hutan itu. Selang berapa menit setelah memasuki hutan sunyi,
tubuh Falen pun merasa ringan dan perlahan melayang tinggi di ambang udara.
“A..a...apa
yang terjadi dengan tubuhku?!!” teriak Falen. Melihat yang mulai melayang, Rubi dan Robi pun
terkejut dan panik.
“Aaaa...
Tolong saya!” Falen menjadi gugup dengan tubuhnya yang tiba-tiba melayang itu.
“Sial! Dasar
penyihir sialan, keluar kau jika berani!” teriak Rubi. Kemudian Rubi memanjat pohon
ranting dekat Falen yang sedang melayang.
“Sebentar...
saya rasa ini bukan ulah penyihir” sela Falen berusaha menenangkan suasana.
Mendengar perkataan yang mulia, Robi segera membuka buku itu. Ia bolak-balik
lembar perlembar. Mencari petunjuk dari buku sakral itu. Ternyata, dalam buku
tertulis ‘maka akan tiba kekuatan besar ketika keturunan bangsawan masuk
kedalam hutan sunyi dalam cahaya bulan.’
“Cahaya
bulan.... bangsawan?” Robi mulai mengerutkan kedua alisnya dan mulai berpikir
jernih.
“Ini dia...!
yang mulia itu adalah kekuatan anda... anda akan mendapatkan keukuatan luar
biasa ketika memasuki hutan ini, ketika bulan purnama!” mendengar perkataan
Robi, Falen pun seketika memandang bulan yang sedang berpijar terang bertanda
bulan purnama.
“Jadii... ini
memang benar bukan ulah para penyihir” ujar Falen
“Saya yakin
yang mulia mampu mengendalikanya” Robi berusaha memberi masukan kepada Falen. Mendengar
perkataan Robi, Falen perlahan menggerakan pergelangan tanganya dan mampu
berpindah dari satu tempat menuju tempat lainya, lalu kemudian menggerakan
pergelangan kakinya dan perlahan Falen mulai turun dari ketinggian itu dan
mendarat dengan sempurna.
“Sungguh
menajubkan!” teriak Rubi di atas yang telah bersusah payah memanjat pohon untuk
menyelamatkan yang mulia Falen.
“Jaga sopan
santun kau Rubi dengan yang mulia!” Teriak Robi mengingatkan Rubi yang mulai
lupa diri dengan suasana.
“Maaf, saya
lupa karena merasa takjub melihat yang mulia” Falen pun tersenyum dan mulai
penasaran dengan kekuatan barunya, kemudian Falen mengarahkan tangan kearah
Rubi dan seketika Rubi melayang dibuatnya.
“Wow... apa
yang terjadi dengan diriku!” Rubi pun melayang layang di atas perlahan turun
katas tanah.
“Luar biasa,
memang apa yang tertulis dalam buku ini benar” kagum Robi sembari memandang
buku itu dengan penuh semangat.
“Memang benar,
kalau begitu tak ada yang perlu kita khawatirkan lagi... ayo lekas kita menuju
kastil penyihir” semangat Falen bergebu gebu menuju kastil penyihir sembari
mengepalkan tangan kananya. Ia tak sabar ingin membalaskan dendam ayahnya
terhadap Ratu Eli yang telah membinasakan kerajaan sekaligus keluarganya. Falen
bersungguh-sungguh ingin membunuh ratu penyihir didalam kastilnya sendiri,
dengan begitu rasa dendam yang Falen rasakan akan segera terobati.
***
Dengan kekuatan barunya, Falen
dan kedua pengawalnya terbang menuju kastil. Ia merasa dengan kekuatanya
seperti ini, membantu pengawalnya untuk turut terbang mereka akan sampai dengan
begitu cepat. Namun betapa terkejutnya Falen ketika melihat kastil penyihir telah
hancur lebur rata dengan tanah.
“Apa yang
terjadi?” Falen tercengang dan mulai bingung dengan kejadian yang telah terjadi.
Asap yang muncul dari bangunan yang hancur itu terasa hangat, bertanda kejadian
yang menghancurkan kastil ini tak lama terjadi.
“Siapa yang
melakukanya?” Rubi pun tercengang, “Apa mungkin ada pendekar yang mampu
mengalahkanya?” seakan tak diterima dengan akal Robi langsung membuka buku dan mencoba
mencari petunjuk dari tulisan yang berada didalamnya.
“Tak ada yang
bisa menghancurkan kastil ini kecuali kaum bangsawan!” mata Robi berkeliaran
kekanan dan kekiri sembari mengerutkan kedua alisnya, mencoba mencari teka teki
dari setiap kata yang tertulis dalam buku itu.
“Tidak, ada
yang bisa melakukanya... ANAK ITU!!!” Falen bicara perlahan dan menajamkan
pandanganya, mencoba mencari anak itu di sela-sela reruntuhan bangunan. “Dimana
anak itu!” Falen segera mencari anak itu, dengan kekuatanya Falen menganggkat
bongkahan bangunan seperti anak kecil mengangkat mainanya, dengan mudahnya ia memindahkanya,hingga
tak jauh dari keberadaanya tampak sesosok lelaki tampan terduduk diam, lelaki
berambut putih itu pun tetap duduk dan memeluk lututnya sembari menangis.
“Ternyata anak
itu sudah sepadan denganku?” Batin Falen. Kemudian Falen menghampirinya.
“Hey... kau
selamat” pria itu tetap diam dan menangis. Falen mulai bingung dibuatnya,
kemudian Falen memeluknya dengan hangat.
“Kini kau bisa
kembali dan bertemu dengan keluargamu”
“Aku tak
mengerti dengan apa yang kau katakan, tapi aku merasakan kehangatan dalam
dirimu... kau bukan orang jahat seperti mereka” pria itu membalas pelukan Falen
dengan hangat. Matanya yang berpijar menatap pasti wajah Falen, sesaat Falen
terkejut dan membuat pipinya merah kemerahan. Falen merasa malu karena baru
kali ini ia menatap wajah lelaki dengan begitu dekatnya.
“A...aa..apa
yang kau lihat!” gugup Falen.
“Cahaya bulan
yang tersusun rapih dalam bola matamu” sahut pria itu. Falen tak mampu
mengucapkan kata lagi, dan kemudian mereka terbang menuju kerajaan bersama pengawalnya,
namun setelah keluar dari perbatasan hutan sunyi, seketika kekuatan dari Falen
pun menghilang dan mendadak mereka mendarat. Falen pun tersadar bahwa
kekuatanya telah hilang ketika keluar dari hutan. Kemudian mereka ber tiga, eh
bukan... empat bersama pria itu menuju kerajaan. Selesai.... sekarang adik
tidur ya.
“Ah... kakak
kok ceritanya udah selesai, nanggung nih... adik gak mau tidur sebelum
ceritanya selesai” mukanya mulai cemberut mendengar kakaknya menghentikan
ceritanya.
“Jangan gitu
dong, kakak kan udah cerita panjang lebar buat dongengin kamu, masak adik gak
jadi tidur... kakak janji sepulang merantau nanti kakak ceritain lagia ya”
“Yah kakak...
gimana nih, rasa penasaranya bakalan terasa lama” muka adik semakin memelas dan
cemberut.
“Lebih baik
lagi kalau kisahnya masuk dalam mimpi adik” jawab kakak dengan senyum semangat.
“Wah bener
kak... mau cepet tidur lah” Segera membenamkan kedalam selimut.
“Anak pinter”
sembari mengacak rambut adiknya
“ Selamat
malam adik kecil”
Penulis: Faqih Fadul
Post a Comment
Post a Comment