TAX AMNESTY ANTARA KONTRADIKSI DAN REALISASI PERTUMBUHAN EKONOMI

Post a Comment








Griyatulisan.blogspot.com Kebijakan baru pemerintah untuk menarik kembali objek uang yang ada di luar negeri dan aset yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak berupa pengampunan pajak atau yang akrab di telinga dengan sebutan Tax Amnesty sejauh ini dinilai masih belum tepat sasaran dan bahkan justru cenderung salah kaprah dalam implementasinya.

Pemerintah memiliki target yang tidak tanggung-tanggung terhadap Tax Amnesty yakni menarik aset wajib pajak yang diparkirkan di luar negeri sebesar Rp. 165 Triliun untuk kembali ke Indonesia, hal tersebut dilakukan guna menambal APBN yang hampir defisit untuk menyelenggarakan pembangunan negara yang lebih optimal.

Selain sosialisai yang dilakukan langsung oleh presiden mengenai Tax Amnesty seperti yang diketahui bahwasanya di kota-kota besar di Indonesia akan banyak didapati poster-poster berukuran besar yang menggaungkan program pengampunan pajak tersebut, harapanya adalah untuk membeberkan kepada masyarakat banyak bahwasanya program tersebut cukup proporsional untuk menambah APBN.

Namun belakangan terdengar bahwasnaya pelaksanaan Tax Amnesty ini justru melenceng dari sasaran awal, meskipun Presiden Jokowi beserta Direktorat Jendral Pajak menambahkan peraturan bahwasanya nelayan, petani, pensiunan, dan golongan menengah kebawah lainya tidak perlu ikut Tax Amnesty.

Peraturan Dirjen Pajak No. 11 PJ 2016 tentang pengampunan pajak disebutkan bahwa wajib pajak yang berpenghasilan 4,5 juta perbulan tidak perlu ikut pengampunan pajak, program Tax Amnesty dibuat tidak untuk kalangan tertentu melainkan untuk semua orang yang merasa lalai membayar pajak atau perlu memperbaiki surat pemberitahuan pajak.

Data dari Dirjen Pajak dana tebusan sampai 29 Agustus 2016 sebsar Rp. 2,2 Triliun, wajib pajak yang menjadi peserta Tax Amnesty sebanyak 15.515 orang, sedangkan targetnya sendiri sebesat Rp. 165 Triliun. Minimnya pencapaian target oleh pelaku bisnis ini menurut Charles Marpaung dinilai muncul karena masih adanya kesenjangan kepercayaan dari kalangan pengusaha maka dari itu pemerintah perlu membangun kepercayaan.

Dalam kacamata ekonomi kebijakan pemerintah ini terkesan menginisiasi peraturan yang setengah-setengah, peraturan pajak yang seharusnya menyasar penggemplang pajak raksasa justru membuat takut wajib pajak yang berpenghasilan sedang dan taat dan jujur melakukan pmbenahan SPT tahunan. Hal tersebut bisa saja menjadi indikasi munculnya kontra produktif pada wajib pajak yang taat karena kesalahan tidak melaporkan pajak berbeda dengan kesalahan pengisian SPT tahunan.

Meskipun demikian program pemerintah yang bertujuan menarik dana segar dari wajib pajak yang memarkirkan uangnya dinegara lain patut diapresiasi, akan tetapi pemerintah juga seharusnya bersikap realistis dalam mengukur kemampuan keuangan negara termasuk dalam hal menyebut Rancangan Anggaran Belanja Negara atau RAPBN, dan realistis untuk menanggulangi defisit anggaran.

Realistis dalam hal ini adalah konsekuen terhadap objek penerimaan pajak dalam konteks pengusaha kelas atas dan bukan justru menyasar raakyat kecil yang bisa saja dianalogikan sebagai sapi perahan. Apabila timbul pertanyaan apakah Tax Amnesty itu adil atau tidak? Jawabanya untuk saat ini adalah tergantung dari prespektif mana melihat Tax Amnesty itu sendiri.

Walhasil sebagai warga negara yang baik sudah menjadi tanggung jawab kita untuk turut dalam kontribusi wajib yaitu membayar pajak dengan taat guna menambah APBN karena sejauh ini pendapatan negara mayoritas berasal dari pajak, untuk perihal Tax Amnesty mungkin pemerintah masih beradaptasi dan mencoba menemukan pola yang proporsional yang jelas adalah orang bijak bayar pajak.




Penulis : Julainto Nugroho 

Related Posts

Post a Comment