Griyatulisan.blogspot.com,
Desa umumnya identik dengan hukum adat yang masih kental, sarat akan kearifan
lokal, rumpun nan hijau, dan udara segar yang terhindar dari polusi. Setidaknya
hal tersebut merupakan deskripsi yang
pas terhadap suatu perkumpulan kecil sekelompok masyarakat yang disebut
desa saat penulis duduk dibangku sekolah dasar, lalu bagaimana desa saat ini?
Menurut pengamatan penulis terhadap desa dimana
penulis dilahirkan gambaran tentang asrinya sebuah desa sama sekali tidak
terefleksi. Selama beberapa bulan ketika libur kuliah penulis penasaran dengan
begitu banyaknya anak dibawah umur yang married
by accident atau menikah karena kecelakaan rata-rata mereka masih dalam
tataran sekolah menengah atas.
Karena itu penulis mencoba ikut masuk menyusupi
bagaimana sebenarnya pergaulan di desa yang terletak di Kecamatan Penawartama
Kabupaten Tulang Bawang itu, walhasil pergaulan para remaja desa mampu membuat
penulis tercengang. Bagaimana tidak, orientasi seks begitu mengakar di
mayoritas remaja desa bukan hanya mereka yang menjadi pengangguran akan tetapi
juga menjangkit para pelajar.
Hal tersebut dibuktikan dengan membeludaknya pelajar
yang harus berhenti ditengah jalan gegara “kecelakaan” saat berada dalam
pergaulan tersebut penulis mulai memahami pola dari mereka yang memiliki
kebiasaan nge-seks biasanya ketika ada hiburan di desa seperti orgen tunggal,
kuda lumping, dan wayangan akan sangat mudah ditemukan pasangan remaja yang
sedang “asyik” sendiri.
Apalagi ditambah dengan letak geografis desa yang
mayoritas dipenuhi oleh perkebunan menambah mulus jalan mereka untuk
bersenggama, rimbunya kebun kelapa sawit dan kebun karet menjadi ladang
lokalisasi yang cukup aman untuk ber “Uh-Ah-Uh” pekatnya malam tak cukup
menakutkan bagi dua remaja yang digerumuli birahi. Miris memang, akan tetapi
itulah faktanya.
Penulis berpikir bagaimana bisa semudah itu perempuan
yang notabenenya masih seorang pelajar mau dijadikan kudapan oleh lelakinya,
sehingga keduanya menjadi satu kesatuan dalam satu waktu atau lebih tepatnya
bergerumul dalam nafsu. Masih dengan rasa penasaran tentang betapa mudahnya
menggaet perempuan, akhirnya penulis melakukan sesuatu yang umum dilakukan
remaja desa tersebut saat ini.
Penulis mulai mencoba untuk mendekati salah seorang
perempuan dengan alih-alih hanya mengobrol ngalor-ngidul kemudian penulis
mencoba memberanikan diri untuk meminta pin BBM si gadis, bukan perkara yang
sulit hingga akhirnya penulis sempat beberapa kali chatting dengan si perempuan hanya dengan sedikit memberikan
perhatian respon si gadis justru terkesan begitu berlebihan.
Sebenarnya perilaku yang “monggo kerso nyedaki kulo” oleh mayoritas perempuanlah yang
sebenarnya justru membuat para lelaki khususnya remaja antusias “membombardir”
perempuan. Melihat imbas dari pergaulan
seperti itu memang sebenarnya perlu peran pemerintah desa untuk menindaklanjuti
terlebih lagi di zaman globalisasi seperti ini desa tersebut masih jauh dari
kata berkembang apalagi maju.
Generasi penerus seperti pemuda memiliki peran besar
guna membangun suatu daerah, akan tetapi bagaimana jika mayoritas generasi
mudanya kebanyakan berorientasikan seks atau hanya berotak cabul? Besar
kemungkinan akan sulit berkembang apalagi bersaing dengan desa lain. Miris !!!
Penulis yakin selama tidak ada tindakan aktif
pemerintah dalam hal ini aparatur desa untuk lebih peka dan sensitif terhadap
pergaulan pemudanya, maka mata rantai dari married
by accident tidak akan pernah putus. Dampak terburuknya hal tersebut akan
berubah menjadi siklus yang melebar hingga pada akhirnya menjangkit anak
dibawah umur setara SMP.
Selama kurang lebih tiga bulan penulis turut menyelam
dalam geliat pergaulan tersebut penulis-pun merasakan dilematis luar biasa
dimana peran lingkungan dan teman sangat berdampak besar merubah pribadi
seseorang, syukurnya penulis masih mampu untuk tidak melompat dari jalur
kewajaran meskipun terlepas dari peran penulis yang sama sekali belum bisa
merubah desa kelahiraan menjadi lebih baik penulis tetap merasa damai ketika
berada dirumah, Home Sweet Home !!!!
Penulis: Julianto Nugroho
Post a Comment
Post a Comment