Rintihan Anak Yatim

Post a Comment



griya tulisan
“Ayah jangan tingalin aku ... ayah pernah janji mengajakku ke pantai minggu besok!” suara tangisan anak kecil itu menyentuh hati kecil ku. betapa tidak, anak yang bekisaran kelas 3 SD itu menangis di depan makam ayahnya yang baru saja di kebumikan.
“Nak, ayo pulang hari mulai petang, biarkan ayah beristirahat,” bujuk ibu-nya.
 “Enggak buk, aku kangen sama ayah, ayah selalu pergi kerja tapi sekarang...” air mata anak itu pun menetes dengan derasnya. Aku tak tega melihatnya, betapa kasihanya seorang anak kecil yang masih ingin merasakan kasih sayang orang tuanya, kini dia tak akan lagi merasakan kasih sayang ayah kandungnya.
Aku pun melangkahkan kakiku mendekatinya
“Dek pulang yuk ... adek sekarang pulang, biarin ayah istirahat, oh iya besok kakak mau ke pantai lo ... adek mau ikut gak?” sejenek sura tangisan itu berhenti
 “Kakak ngajak aku?” anak itu bertanya kepadaku dengan tatapan serius. Hah ... pikirku ini hanya bujukan aja agar dia mau pulang, tapi kenapa tatapannya sangat menyentuh hati ini, aku gak mau membuat dia menangis lagi
“Iya dek ... kakak kasih tau adek pantai yang bagus banget di lampung” jawabku,
“Iya kah kak, beneran kak ...?” tanya anak itu lagi, syukurlah dia suadah berhenti menangis dan ku bujuk agar dia mau pulang kerumahnya, bersama ibunya anak itu ku gendong dan masih terdengar suara kecil tangisannya.
Pagi ini ku sengaja memasang alaram, karna aku berjanji mengajak Andi (anak tetanggaku yang baru saja ditinggal pergi oleh ayahnya).
 “Romi ... kamu mau kemana tumben pagi-pagi udah mau mandi?” tanya mama-ku
 “Iya nih ma ... romi udah janjian sama anaknya buk lastri”
“Loh ... kok kamu janjian sama anak kecil?”
“Gini lo ma, romi kasian ngeliat andi kemaren nangis di depan makam ayahnya, dia kepengen banget ngelihat pantai,” jelasku.
 “Iya udah hati-hati ya, emang mau ke pantai mana?”
“Kelumbayan ma”, pantai kelumbayan terletak di provinsi Lampung Kabupaten Tanggamus. 
“Ha...! jalannya kan susah banget Romi”
“Hehe gak papa lah ma, udah Romi niatin kok”
“Iya iya, hati-hati ya” pinta mama-ku,
“Iya ma”. Lalu ku bergegas mandi, karna terlalu terburu-burunya samapai ku lupa buat sarapan.
Aku segera menuju ke rumah Andi, rumah ku dengan rumah Andi hanya berjarak 7m, jadi tak mebutuhkan waktu yang lama untuk menghampirinya, aku melihat andi duduk di teras rumahnya dengan memakai pakaian yang rapih, dan nampak ransel telah dia siapkan.
 “Assalamualaikum dek, udah siap?”, tanyaku memulai pembicaraan.
“Udah kak, wah ... motor kakak baru ya?” tanya Andi
“Iya nih, pemberian dari ayah kakak hadiah ulang tahun ‘sambil ku tersenyum’”.
“Wah ... enak ya, kalo aku nanti ulang tahun siapa yang ngasih aku hadiah sebagus ini ya kak, tapi kayaknya gak mungkin deh, soalnya ...”
“Wih ... bawaanya banyak banget ya dek, kaka di bawain bekal gak nih?” aku segera memotong pembicaraan Andi, astaghfirullah aku salah ngomong, pasti dia mulai sedih lagi karna aku tak sengaja membuat dia mengenang ayahnya.
“Oh pasti tu kaka, kakak aku bawain bekal dua kotak, tenang aja kak”
“Hahaha adek yang nyiapin apa ibu adek nih?” tanyaku sambil tersenyum
 “Ibu deng kak, hehe”. Alhamdulillah dia gak jadi sedih lagi, rintihan anak itu bagi ku adalah kesedihan, aku tak tega melihat tangisnya, pintanya dengan cara yang sangat polos membuat air mata ini menetes perlahan.
Bagai mana tidak sedih, melihat seorang anak kecil yang seharunya merasakan kebahagian bersama kedua orang tuanya, kini harapan Andi tentang itu pupus sudah. Oleh karna itu, aku bertekat selagi aku bisa menghiburnya aku akan selalu ada di saat dia butuh karna senyumnya adalah ketentraman hati ku.
Penulis: Faqih Fadul

Related Posts

Post a Comment